Jumat, 10 Juli 2015

Butir-butir Pancasila


1. Ketuhanan Yang Maha Esa
   (1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
   (2) Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
   (3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
   (4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
   (5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
   (6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
   (7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
   (1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
   (2) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
   (3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
   (4) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
   (5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
   (6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
   (7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
   (8) Berani membela kebenaran dan keadilan.
   (9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
   (10) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia

   (1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
   (2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
   (3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
   (4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
   (5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
   (6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
   (7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

    (1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
   (2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
   (3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
   (4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
   (5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
   (6) Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
   (7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
   (8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
   (9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
   (10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

   (1) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
   (2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
   (3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
   (4) Menghormati hak orang lain.
   (5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
   (6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
   (7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
   (8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
   (9) Suka bekerja keras.
   (10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
   (11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Jumat, 26 September 2014

Sebuah CATATAN untuk KITA INGAT KEKUATAN MILITER INDONESIA ERA SOEKARNO adalah KEKUATAN MILITER TERKUAT DIDUNIA ERA 1960an

Sebuah Ungkapan JAS MERAH = "JANGAN SEKALI SEKALI MELUPAKAN SEJARAH "
Bangsa Yang BESAR adalah BANGSA yang PAHAM sejarah BANGSANYA

AMANAT  UUD 1945 berbunyi " Negara Wajib Melindungi Segenap WILAYAH TUMPAH DARAH INDONESIA"
SEBUAH CATATAN SEJARAH di tahun 1960-an, Era Presiden Sukarno.
kekuatan militer Indonesia adalah salah satu yang terbesar dan terkuat di dunia (no.3 setelah sekutu dan Jepang) . Saat itu, bahkan kekuatan Belanda sudah tidak sebanding dengan Indonesia, dan Amerika sangat khawatir dengan perkembangan kekuatan militer kita yang didukung besar-besaran oleh teknologi terbaru Uni Sovyet

Presiden Sukarno segera mengambil tindakan ekstrim, tujuannya, merebut kembali Papua. Sukarno segera mengeluarkan maklumat “Trikora” di Yogyakarta, dan isinya adalah:
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.


Berkat kedekatan Indonesia dengan Sovyet, maka Indonesia mendapatkan bantuan besar-besaran kekuatan armada laut dan udara militer termaju di dunia dengan nilai raksasa, US$ 2.5 milyar. Saat ini, kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan.


KEKUATAN ANGKATAN LAUT (ALRI)  NKRI ERA TAHUN 1960 an
Kekuatan utama Indonesia di saat Trikora itu adalah salahsatu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia buatan Sovyet dari kelas Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Ini adalah KRI Irian, dengan bobot raksasa 16.640 ton dengan awak sebesar 1270 orang termasuk 60 perwira. Sovyet, tidak pernah sekalipun memberikan kapal sekuat ini pada bangsa lain manapun, kecuali Indonesia. (kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang dari kelas Sigma hanya berbobot 1600 ton).


Indonesia juga memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey,



104 kekuatan KAPAL PERANG kelas Corvette (penjelajah) dan KAPAL PERUSAK dengan MERIAM kaliber 70-90 mm


KEKUATAN ANGKATAN UDARA (AURI)  NKRI ERA TAHUN 1960 an

Angkatan udara Indonesia juga menjadi salahsatu armada udara paling mematikan di dunia, yang terdiri dari lebih dari 100 pesawat tercanggih saat itu. Armada ini terdiri dari :
1. Memiliki 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed.
Pesawat MiG-21 Fishbed adalah salahsatu pesawat supersonic tercanggih di dunia, yang telah mampu terbang dengan kecepatan mencapai Mach 2. Pesawat ini bahkan lebih hebat dari pesawat tercanggih Amerika saat itu, pesawat supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II seperti P-51 Mustang.


2. Memiliki 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17.
3. Memiliki 10 pesawat supersonic MiG-19.
Sebagai catatan, kedahsyatan pesawat-pesawat MiG-21 dan MiG-17 di Perang Vietnam sampai mendorong Amerika mendirikan United States Navy Strike Fighter Tactics Instructor, pusat latihan pilot-pilot terbaik yang dikenal dengan nama TOP GUN.


4. Memiliki 30 pesawat MiG-15.


5. Memiliki 26 Unit PESAWAT  pembom jarak jauh strategis Tu-16 Tupolev (Badger A dan B).
Ini membuat Indonesia menjadi salahsatu dari hanya 4 bangsa di dunia yang mempunyai pembom strategis, yaitu Amerika, Rusia, dan Inggris. Pangkalannya terletak di Lapangan Udara Iswahyudi, Surabaya.


Bahkan China dan Australia pun belum memiliki pesawat pembom strategis seperti ini. Pembom ini juga dilengkapi berbagai peralatan elektronik canggih dan rudal khusus anti kapal perang AS-1 Kennel, yang daya ledaknya bisa dengan mudah menenggelamkan kapal-kapal tempur Barat.


6. Memiliki 9 helikopter terbesar di dunia MI-6,
 

7. Memiliki 41 helikopter MI-4,
Helicopter untuk mengangkut pasukandan perbekalan , dan merupakan Helicopter Termodern saat itu era 1960an 
 

8. Berbagai pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B.
 

KEKUATAN TEMPUR PASUKAN DARAT
yang waktu itu belum TERBENTUK masih berupa TKR, PETA dan BKR serta SURELAWAN yang DIPERSENJATAI dengan ribuan senapan serbu terbaik saat itu dan masih menjadi legendaris sampai saat ini, AK-47.


Ini semua membuat Indonesia menjadi salasahtu kekuatan militer laut dan udara terkuat di dunia. Begitu hebat efeknya, sehingga Amerika di bawah pimpinan John F. Kennedy memaksa Belanda untuk segera keluar dari Papua, dan menyatakan dalam forum PBB bahwa peralihan kekuasaan di Papua, dari Belanda ke Indonesia adalah sesuatu yang bisa diterima.


Presiden SOEKARNO LAKUKAN ITU SEMUA DEMI KEMBALINYA IRIAN BARAT KEPANGKUAN IBU PERTIWI..
Apapun di KORBANKAN  untuk mempertahankan HARGA DIRI dan KEDAULATAN BANGSA


SEMOGA MENJADI CATATAN SEJARAH untuk KITA INGAT dan KENANG.. sebagai GENERASI PENERUS BANGSA INI
============================
Tulisan & Foto dirangkum dari berbagai sumber dan literatur
thx to: Faizal Muhammad

Kamis, 17 April 2014

Siauw Giok Tjhan (萧玉灿), Pejuang Yang Dihapus Dari Sejarah

Siauw Giok Tjhan (萧玉灿 Xiāo Yù Càn), lahir di Kapasan, Simokerto, Surabaya, Jawa Timur, 23 Maret 1914 – meninggal di Leiden, Belanda, 20 November 1981 pada umur 67 tahun. Ia adalah seorang politikus pejuang dan tokoh gerakan kemerdekaan Indonesia dari golongan Tionghoa-Indonesia.

Ayahnya bernama Siauw Gwan Swie, seorang peranakan dan ibunya Kwan Tjian Nio, seorang totok. Memiliki adik bernama Siauw Giok Bie. Siauw pernah menjadi ketua umum Baperki, Menteri Negara, anggota BP KNIP, anggota parlemen RIS, parlemen RI sementara, anggota DPR hasil pemilu 1955/anggota Majelis Konstituante, anggota DPRGR/MPR-S, dan anggota DPA. Salah satu warisan buah karya Siauw ialah Universitas Trisakti yang dulu didirikan oleh Baperki dengan nama Universitas Res Publika, yang kemudian diubah namanya menjadi Universitas Trisakti. Siauw Giok Tjhan wafat di Belanda pada tanggal 20 November 1981, beberapa menit sebelum memberikan ceramah di Universitas Leiden.

Siauw sejak kecil sudah mempunyai watak perlawanan atas penghinaan dan ketidakadilan yang menimpa diri dan kelompok etnisnya. Saat itu, ejekan "cina loleng" sering sekali dilayangkan oleh kelompok anti-Tionghoa untuk merendahkan orang-orang Tionghoa. Begitulah, dengan kemahiran kung-fu yang dipelajari dari kakeknya, memungkinkan Siauw Giok Tjhan untuk berkelahi melawan anak-anak Belanda, Indo, dan Ambon yang mengejek dirinya. Istilah "cina-loleng" adalah salah satu penghinaan yang biasa dilontarkan untuk etnis Tionghoa. Keteguhan dan kekerasan jiwa dalam memperjuangkan keadilan tumbuh dalam lingkungan hidup yang harus dihadapi. Terutama setelah kedua orang tuanya meninggal dalam usia muda, ia terpaksa melepaskan sekolah begitu selesai HBS, untuk mencari nafkah meneruskan hidupnya bersama adik tunggalnya, Siauw Giok Bie yang masih harus meneruskan sekolah itu.

***********************************************************

KONSEP INTEGRASI
"Lahir di Indonesia, Besar di Indonesia menjadi Putra-Putri Indonesia" adalah semboyan yang untuk pertama-kalinya dikumandangkan Kwee Hing Tjiat melalui Harian MATAHARI di Semarang sejak tahun 1933-1934. Dan semboyan ini benar-benar menjadi keyakinan-hidup Siauw Giok Tjhan sejak masa muda, berjuang menjadi putra ter-baik Indonesia yang tidak ada bedanya dengan putra-putra Indonesia bersuku lainnya dalam usaha dan memperjuangkan kemerdekaan dan kebahagiaan hidup bersama.

Dalam menghadapi persoalan Tionghoa di Indonesia, Siauw Giok Tjhan menganut konsep Integrasi yaitu konsep menjadi Warga Negara dan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan budaya tanpa menghilangkan identitas budaya dan suku dari masing masing komponen masyarakat termasuk masyarakat Tionghoa. Konsep Integrasi yang diperjuangkan oleh Siauw Giok Tjhan ini sangat identik dengan teori "pluralisme" atau "multikulturalisme".

Menurut Siauw Giok Tjhan, Indonesian Race - Ras Indonesia - tidak ada. Yang ada adalah "Nasion" Indonesia, yang terdiri dari banyak suku bangsa. Siauw berpendapat, sejak tahun 50-an, golongan Tionghoa yang sudah bergenerasi di Indonesia, harus memperoleh status suku. Dengan demikian suku Tionghoa adalah bagian dari "Nasion" Indonesia. Berdasarkan pengertian inilah, Siauw mencanangkan konsep integrasi, sebagai metode yang paling efektif dalam mewujudkan "Nasion" Indonesia - Nasion yang ber-Bhineka Tunggal Ika - berbeda-beda tetapi bersatu. Setiap suku, termasuk suku Tionghoa, harus mengintegrasikan diri mereka ke dalam tubuh "Nasion" Indonesia melalui kegiatan politik, sosial dan ekonomi, sehingga aspirasi "Nasion" Indonesia itu menjadi aspirasi setiap suku. Berpijak di atas prinsip ini, Siauw mengemukakan bahwa setiap suku tetap mempertahankan nama, bahasa dan kebudayaannya, tetapi bekerja sama dengan suku-suku lainnya dalam membangun Indonesia.

***********************************************************

MENENTANG ASIMILASI
Menurut Siauw Giok Tjhan, kecintaaan seseorang terhadap Indonesia, tidak bisa diukur dari nama, bahasa dan kebudayaan yang dipertahankannya, melainkan dari tindak tanduk dan kesungguhannya dalam berbakti untuk Indonesia. Konsep ini kemudian diterima oleh Bung Karno pada tahun 1963, yang secara tegas menyatakan bahwa golongan Tionghoa adalah suku Tionghoa dan orang Tionghoa tidak perlu mengganti namanya, ataupun agamanya, atau menjalankan kawin campuran dengan suku non-Tionghoa untuk berbakti kepada Indonesia.

Oleh karena itu Siauw Giok Tjhan menentang konsep asimilasi yang dikembangkan oleh Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa (LPKB), dibawah kepemimpinan Kristoforus Sindhunata pada awal 1960-an. LPKB yang dimotori oleh para politisi katolik seperti Harry Tjan Silalahi, Onghokham dsb mencanangkan asimilasi sebagai "terapi" penyelesaian masalah Tionghoa. Dengan asimilasi mereka bermaksud golongan Tionghoa menghilangkan ke-Tionghoaan-nya dengan menanggalkan semua kebudayaan Tionghoa, mengganti nama-nama Tionghoa menjadi nama-nama Indonesia dan kawin campur antar ras. Dengan demikian, golongan Tionghoa tidak lagi bereksistensi sebagai golongan terpisah dari golongan mayoritas. Kalau ini dijalankan, LPKB menyatakan, lenyaplah diskriminasi rasial.

Siauw tidak menentang proses asimilasi yang berjalan secara suka-rela dan wajar. Yang ia tentang adalah proses pemaksaan untuk menghilangkan identitas sebuah golongan, karena menurutnya usaha ini bisa meluncur ke genosida, seperti yang dialami oleh golongan Yahudi pada masa Perang Dunia ke II.

Putra bungsu Siauw Giok Tjhan yang bernama Siauw Tiong Djin menyatakan bahwa efek samping dari penerapan konsep Asimilasi yang pada awalnya dipercaya mempunyai maksud baik, namun pada saat pelaksanaannya oleh penguasa Orde Baru, kebijakan asimilasi itu dijadikan Undang-Undang dan peraturan pemerintah yang bentuknya memaksa, sehingga timbulah larangan yang kita alami selama 32 tahun tersebut. Sejarah membuktikan bahwa akibat dari itu semua akhirnya meledak pada Kerusuhan Mei 1998, dimana terjadi pembunuhan, penjarahan dan pemerkosaan terhadap kelompok minoritas Tionghoa.

***********************************************************

BAPERKI
Siauw Giok Tjhan adalah ketua umum Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (BAPERKI), sebuah organisasi massa yang didirikan pada suatu pertemuan di Gedung Sin Ming Hui di Jakarta pada 13 Maret 1954. Pertemuan ini dihadiri oleh 44 orang Tokoh Tionghoa, kebanyakan dari mereka merupakan wakil dari berbagai organisasi Tionghoa, seperti PERWITT (Persatuan Warga Indonesia Turunan Tionghoa) yang berpusat di Kediri, PERWANIT (Persatuan Warga Indonesia Tionghoa) yang berdiri di Surabaya dan PERTIP (Perserikatan Tionghoa Peranakan) yang berdiri di Makassar. Semua peserta adalah peranakan Tionghoa yang umumnya berpendidikan Belanda. Sebagian besar dari mereka berasal dari Jawa, tetapi ada pula sebagian yang berasal dari luar Jawa, seperti Padang, Palembang, dan Banjarmasin.

Mereka mewakili semua spektrum politik di Indonesia saat itu, antara lain tokoh-tokoh golongan kanan, seperti Khoe Woen Sioe, Tan Po Goan, Auwyong Peng Koen, Tan Siang Lian. Tokoh-tokoh golongan kiri, seperti Siauw Giok Tjhan, Go Gien Tjwan dan Ang Jang Goan, dan mereka yang bergaris netral, seperti Thio Thiam Tjong, Oei Tjoe Tat, Yap Thiam Hien, Tan Eng Tie, Lim Tjong Hian dan Liem Koen Seng (adik Liem Koen Hian).

Siauw Giok Tjhan terpilih sebagai Ketua Umum, sementara wakil ketuanya adalah Oei Tjoe Tat, Khoe Woen Sioe, The Pek Siong, dan Thio Thiam Tjong. Baperki Cabang Jakarta dibentuk pada 14 Maret 1954 dan diketuai oleh Sudarjo Tjokrosisworo (seorang pribumi Indonesia).

Baperki ikut serta dalam Pemilu 1955 untuk memilih anggota DPR (29 September 1955) dan anggota Konstituante (15 Desember 1955). Dalam kedua pemilu ini, Baperki memperoleh 178.887 untuk DPR dan 160.456 untuk Konstituante, atau 70% suara dari golongan Tionghoa di Jawa. Dengan jumlah suara sebanyak ini, Baperki berhasil memperoleh satu kursi di DPR dan mendudukkan Siauw Giok Tjhan sebagai wakilnya.

Pada tahun 1958 Jajasan Pendidikan dan Kebudajaan Baperki mulai berpikir untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi. Maka pada tahun itu dibukalah Akademi Fisika dan Matematika yang tujuan utamanya adalah mendidik guru-guru sekolah menengah. Setelah itu, pada 1959, dibuka pula Kedokteran Gigi (September), dan Teknik (November). Pada 1962 dibuka Fakultas Kedokteran dan Sastra. Rektor pertama Universitas Baperki ini adalah Ferdinand Lumban Tobing, seorang dokter yang pernah menjadi menteri dalam beberapa kabinet di masa demokrasi parlementer.

Pada 1962, nama Universitas Baperki diubah menjadi Universitas Res Publica yang biasa disingkat sebagai URECA, dengan cabang-cabang di berbagai kota di Jawa dan Sumatra. Setelah peristiwa G30S, Universitas Res Publica ditutup, dan gedungnya diambil alih oleh pemerintah. URECA di Jakarta kemudian dibuka kembali dengan kepengurusan yang baru, dengan nama Universitas Trisakti.

Untuk Konstituante, Baperki diwakili oleh Siauw Giok Tjhan, Oei Tjoe Tat, Yap Thiam Hien, Go Gien Tjwan, Liem Koen Seng, Oei Poo Djiang, Jan Ave dan C.S. Richter. Dua nama terakhir adalah wakil-wakil Baperki untuk golongan Indo.

Setelah tragedi Gerakan 30 September 1965, Baperki dibubarkan oleh pemerintah Orde Baru karena dituduh sebagai onderbouw Partai Komunis Indonesia. Sejumlah aktivisnya, seperti Siauw Giok Tjhan dan Oei Tjoe Tat dijebloskan ke penjara tanpa pernah diadili.

***********************************************************

PARTAI TIONGHOA INDONESIA
Siauw Giok Tjhan memasuki kancah politik nasional Indonesia melalui proses pembentukan Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang dipelopori oleh Liem Koen Hian pada tahun 1932. Berusia 18 tahun, Siauw menjadi salah seorang pendiri PTI termuda. PTI berkembang sebagai aliran terbaru di dalam komunitas Tionghoa di zaman Hindia Belanda. Ia mendorong semua Tionghoa di kawasan Hindia Belanda, terutama yang lahir di sana, untuk menerima Indonesia sebagai tanah airnya. Argumentasinya, menurut perspektif masa kini, sangat masuk di akal. Orang Tionghoa pada umumnya lahir, hidup dan meninggal di Indonesia. Setelah hidup bergenerasi, kaitan dengan Tiongkok semakin berkurang.

PTI mendukung berdirinya GERINDO (Gerakan Rakyat Indonesia) pada tanggal 18 Mei 1937, yang berdasarkan keputusan Kongres di Palembang, menerima Oei Gee Hwat (Sekretaris Pengurus Besar PTI) menjadi salah seorang pengurus GERINDO. Ketika itu, GERINDO dibawah pimpinan A.K. Gani, Amir Syarifudin, Mohammad Yamin dan lain lain melanjutkan usaha perjuangan tokoh-tokoh PNI, Partindo, yang di-Digul-kan dan masih dalam pembuangan. Jadi, GERINDO menjalankan garis demokrasi yang mengutamakan perlawanan terhadap fasisme dan tidak mempersoalkan warna-kulit yang berbeda, bisa membuka pintu untuk menerima etnis Tionghoa.

***********************************************************

PERKAWINAN SOSIALISME DAN KAPITALISME
Siauw Giok Tjhan dianggap sebagai tokoh yang memperjuangkan hak komunitas Tionghoa. Akan tetapi sebenarnya ia senantiasa bersandar atas prinsip yang dianugrahi PTI sejak tahun 1932, yaitu pemecahan masalah Tionghoa tidak terpisahkan dari masalah nasional Indonesia. Karena prinsip ini, Siauw Giok Tjhan kerap melontarkan pandangan-pandangan, di dalam bidang politik, sosial dan ekonomi, yang sifatnya membenahkan struktur Indonesia secara keseluruhan.

Pada tahun 1950-an, Siauw tekun menyebar-luaskan pandangannya dalam hal pengembangan ekonomi domestik. Pada hakekatnya, ia menganjurkan dilaksanakannya sebuah kebijakan ekonomi pemerintah yang menyuburkan pada usaha yang dikelola oleh para pedagang Indonesia tanpa memandang latar belakang ras si pedagang.

Argumentasinya, modal domestik ini sangat dibutuhkan untuk membangun ekonomi Indonesia dan pengkonsolidasian usaha domestik akan mempercepat kemakmuran yang bisa diarahkan kemerataannya.

Siauw menentang digalakkannya usaha-usaha raksasa yang dikelola oleh kekuatan multi-nasional karena menurutnya keuntungan usaha semacam ini, yang diperoleh dari eksploitasi kekayaan negara akan ditarik keluar dari Indonesia. Ia beranggapan kebijakan ekonomi yang membunuh usaha domestik dan membangun jaringan multi-nasional akan merugikan Indonesia.

Bilamana modal domestik dikembangkan, ia berargumentasi, keuntungan yang diperoleh akan dipergunakan oleh para pengusaha domestik untuk mengembangkan usahanya, sehingga Indonesia secara keseluruhan memperoleh faedahnya. Pandangan ekonomi digambarkan di atas sebenarnya mencanangkan "perkawinan" antara paham sosialisme dan kapitalisme. Ia menginginkan kapitalisme skala domestik berkembang untuk mempercepat proses perwujudan sosialisme ala Indonesia.

Pada tahun 1950-an, pandangan ekonomi Siauw cukup banyak ditentang oleh beberapa tokoh PKI di parlemen, seperti Sakirman. Mereka mempromosikan konsep ekonomi sosialisme yang menghendaki kapitalisme dikikis habis.

Kedekatan Siauw dengan Bung Karno dan para tokoh politik di zaman Demokrasi Terpimpin memungkinkan pandangan ekonomi ini masuk ke dalam kebijakan ekonomi yang tercantum di dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1964.

Sayangnya kebijakan ini tidak pernah dilaksanakan karena kekuasaan politik beralih ke tangan Soeharto lebih tertarik ke arah Kapitalisme.

***********************************************************
dikutip dari:  http://yinnihuarendexueleishi.blogspot.com/2010/02/siauw-giok-tjhan-pejuang-yang-dihapus.html

Rabu, 16 April 2014

FROM ABDI SAMUDERA: MAKNA YANG TERKANDUNG DI DALAM TANGGAL 9 APRIL DAN 9 JUL



9 April adalah 9 akhlak prilaku Bangsa Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila, yaitu:
1. Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial
Dan ditambah dengan 5 sila, yaitu:
Pertama: Seorang pemimpin negara atau wakil rakyat wajib tahu kepada Tuhan Yang Maha Esa bukan hanya tau sama nama Tuhan saja dan hanya sekedar bisa menceritakan, tetapi harus mengetahui, mengenal, menyayangi, dan mencintai Tuhan Yang Esa itu yang tercantum di dalam setiap masing-masing agama, yaitu:
1. Agama Islam, dalam Islam Tuhan Yang Esa itu artinya tiga menjadi satu, yaitu Allah, Rasul dan Ulil Amri
2. Agama Nasrani, Tuhan Yang Esa itu adalah Trinitas, yaitu Allah, Roh Kudus, dan Yesus Kristus (Nabi Isa)
4. Agama Hindu, Tuhan Yang Esa itu adalah Tripitaka, yaitu Sang Surya, Dewa Wisnu dan Krisna
5. Agama Budha, Tuhan Yang Esa itu adalah Matahari, Budha Rulai dan Sidharta Gautama
Maka setiap pemimpin apapun agamanya wajib mengetahui Tuhan Yang Esa di dalam agamanya, maka barulah dia bisa mewujudkan dirinya menjadi manusia yang adil dan beradab dan cinta akan persatuan dengan yang lainnya, maka “DIA” lah pemimpin yang ditunjuk secara hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, barulah DIA dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh manusia, bukan hanya Bangsa Indonesia.
Inilah yang dimaksud 9 April atau 9 Akhlak prilaku. Barulah benar DIA, orang yang bisa dijadikan wakil rakyat. Kalau wakil rakyat jika kiranya yang duduk di dalam pemerintahan tidak memiliki 9 akhlak prilaku ini, maka dia akan menjadi perusak rakyat Indonesia, termasuklah dia adalah seorang pemimpin yang bathil terhadap dirinya, keluarganya, masyarakatnya, agamanya serta bangsa dan negaranya, maka termasuklah dia tergolong virus HIV yang sangat mematikan bagi Bangsa Indonesia.

9 Juli adalah seseorang yang bisa membawa masyarakat ke dalam 9 akhlak prilaku tersebut, maka “DIA” lah yang sebenarnya ialah Pemimpin Bangsa Indonesia dan benarlah DIA seorang titisan Presiden Pertama Republik Indonesia, yaitu PRESIDEN SOEKARNO. Jikalau seorang Presiden Indonesia tidak bisa membawa rakyat Indonesia untuk berprilaku yang 9 ini, maka dialah seorang pemimpin daripada pemimpin-pemimpin yang zalim dan bathil bagi dirinya, keluarganya, agamanya, bangsa dan negaranya. Setiap seorang pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya oleh Tuhan Yang Maha Esa tentang kepemimpinannya.

From Abdi Samudera!!!
Sedikit Abdi Samudera akan menceritakan tentang Bangsa Indonesia dan yang dibutuhkan Bangsa Indonesia yang harus dipenuhi oleh seluruh rakyat Indonesia. Wahai Saudaraku sebangsa dan setanah air, maka ingatlah janji kita kepada Negeri Indonesia ini, yang pertama kita berjanji untuk berbakti kepada Indonesia ini, yang kedua kita berjanji bahwa kita akan mengabdi kepada Indonesia ini, dan yang ketiga bahwasanya kita siap menyerahkan jiwa dan raga demi Indonesia ini, dan tidaklah kita rakyat Indonesia ini merdeka kalau tidak kita benar-benar menyatakan bahwa kita sesama rakyat Indonesia berbahasa satu, Bahasa Indonesia. Dan apakah yang dimaksud dengan Berbahasa Indonesia itu? Berbahasa Indonesia itu adalah cinta akan persatuan. Itulah landasan Bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”, berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Apa yang berbeda! Agama, suku dan budaya, adat istiadat, serta wilayah yang dibagi menjadi beberapa provinsi dari Sabang hingga Merauke. Dan apa yang dimaksud tetap satu jua? Adalah sama-sama tinggal di Negara Indonesia. Hidup, tumbuh, berkembang dan mati di bumi Indonesia ini. Itulah yang dimaksud NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)

Wahai saudaraku sebangsa dan setanah air!!!
Maka sadar dan ingatlah kita, bahwasanya para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia hanya baru menghantarkan kita ke depan pintu gerbang kemerdekaan Republik Indonesia. maka kitalah yang memasukkannya ke dalam kemerdekaan Republik Indonesia itu dengan sebenar-benarnya persatuan dan kasih sayang sesama rakyat Indonesia. maka janganlah kita saling benci membenci, belakang membelakangi, putus memutuskan hubungan, olok mengolokkan dan hasut menghasut terhadap sesama kita, karena kita semua ini adalah keturunan para pejuang kemerdekaan Negara Republik Indonesia dan anak daripada Ibu Pertiwi. Kalaulah kita bersifat yang demikian, maka marahlah para pejuang kepada kita, maka kita tidak perlu bertanya kenapa negara kita ini hancur dan dipenuhi dengan bala bencana yang tiada henti, karena kita senantiasa melakukan perbuatan yang mengecewakan, menyedihkan, dan yang membuat marah para pahlawan kita dan ibu pertiwi ini. Dan SAYA ABDI SAMUDERA BERSUMPAH DEMI TUHAN YANG MAHA ESA: apabila kita seluruh rakyat Indonesia selalu bersatu dan berkasih sayang tanpa mengenal perbedaan antara agama yang satu dengan yang lain, antara suku yang satu dengan yang lain, antara budaya yang satu dengan yang lain, bangsa yang satu dengan yang lain, adat istiadat yang satu dengan yang lain, maka semuanya hanya ada rasa persatuan dan kasih sayang dan saling menghargai satu dengan yang lain, maka jadilah kita Negara Indonesia Raya (INDOEK NEGERI MANUSIA yang KAYA RAYA). Inilah yang tertuang di dalam Lagu Wajib Negara Indonesia yang berjudul “GARUDA PANCASILA”. Maka apabila kita semuanya menjadi pendukung Pancasila dan kembali kepada Dasar Negara, yaitu Bhineka Tunggal Ika, maka pastilah Negara Indonesia menjadi RAJA bagi seluruh negara yang ada di seluruh pelosok dunia yang bersifat adil, makmur dan sentosa.

Wahai saudaraku sebangsa dan setanah air!!!
Apabila kita memahami lagu kebangsaan Negara Indonesia serta dapat mengamalkannya, yaitu membangun jiwa dan badan. Dan apakah itu yang dikatakan membangun jiwa dan badan? Membangun jiwa adalah sayang menyayangi antara yang satu dengan yang lain, dan membangun badan adalah kasih mengasihi satu dengan yang lain tanpa membedakan antara suku bangsa, agama dan status sosial, maka marilah kita berseru bahwasanya Indonesia itu rakyatnya adalah “BERSATU”, dan AKU BERSUMPAH SI ABDI SAMUDERA DEMI TUHAN YANG MAHA ESA, seruan persatuan yang selalu kita kumandangkan dimanapun kita berada, inilah yang membuat Indonesia Raya (INDOEK NEGERI MANUSIA yang KAYA RAYA) dan senantiasa BERJAYA, dan membawa negara yang lain merasakan daripada kejayaan Negara Republik Indonesia.

Wahai saudaraku sebangsa dan setanah air, janganlah kalian bingung terhadap diriku dan apa yang aku ceritakan ini! Sesungguhnya diriku dan apa yang aku ceritakan ini senantiasa bersama di dalam diri kalian dimanapun kalian berada dan tidaklah kalian bisa menemui diriku sebelum kalian mendengarkan dan menjalankan dari apa yang aku ceritakan ini.

SAMPAIKANLAH PESANKU INI KE SELURUH PELOSOK NUSANTARA!!!

Selasa, 15 April 2014

Tak lapor dana awal kampanye, 35 calon anggota DPD dicoret KPU

Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) akhirnya mengambil tindakan tegas terhadap calon anggota DPD di berbagai provinsi yang tidak menyampaikan laporan dana awal kampanye hingga tenggat waktu yang telah ditentukan. Total ada 35 calon anggota DPD yang keikutsertaannya dalam Pemilu 2014 dibatalkan.

Seperti dilansir dari situs KPU , keputusan itu diambil pada Sabtu (15/3) lalu. Keputusan diambil sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilihan Umum Anggota DPR , DPD dan DPRD, Pasal I angka 5 menyebutkan: "Dalam hal pengurus Partai Politik Peserta Pemilu pada setiap tingkatan dan calon anggota DPD tidak menyampaikan laporan awal Dana Kampanye kepada KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5), Partai Politik dan calon anggota DPD yang bersangkutan dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan tentang Pemilu Anggota DPR , DPD dan DPRD".

Peraturan KPU tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR , DPD, dan DPRD.

Pada Pasal 138 ayat (1) disebutkan, "Dalam hal pengurus Partai Politik Peserta Pemilu tingkat pusat, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota tidak menyampaikan laporan awal dana Kampanye Pemilu kepada KPU , KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1), partai politik yang bersangkutan dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai Peserta Pemilu pada wilayah yang bersangkutan".

Selanjutnya dalam Pasal 138 ayat (2) terdapat ketentuan, "Dalam hal calon anggota DPD Peserta Pemilu tidak menyampaikan laporan awal dana Kampanye Pemilu kepada KPU melalui KPU Provinsi sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (2), calon anggota DPD yang bersangkutan dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai peserta Pemilu."

Berikut daftar 35 nama calon anggota DPD yang dicoret KPU:

1. ACEH: Tgk T ABDUL MUTHALIB, TEUKU MUKHTAR ANSHARI
2. SUMATERA UTARA: ERICK SITOMPUL, EDISON SIANTURI
3. RIAU: SUSILO
4. SUMATERA SELATAN: SHINTA PARAMITA SARI, TAUFIKURROHMAN
5 BANTEN: AHMAD RUSDI ARIF
6. JAWA TENGAH: SUDIR SANTOSO
7. NUSA TENGGARA TIMUR: ALEKSIUS ARMANJAYA, ARIESTON DAPPA, ASYERA WONDALERO, JOHANES MAT NGARE, ROMANUS NDAU, TENGGUDAI PETRONELLA
8. KALIMANTAN BARAT: AGUSTINUS CLARUS, MOSES SIONG, YAKOBUS KUMIS, ZAKARIAS
9. KALIMANTAN TIMUR: M SAID
10. SULAWESI TENGAH: F RAYMOND SAHETAPY, ZAINUDDIN T AMINULA
11. SULAWESI SELATAN: KASMAWATI BASALAMAH,
12. SULAWESI TENGGARA: JUNAIS DARANGA, KASMIR, LA ODE SABRI, RAHMAN JIHAD, SUKIMAN PABELU, YAFRUDIN
13. MALUKU: LA ODE RAHIM
14. PAPUA: DANIEL BUTU, DIRK DICKY RUMBOIRUSI, THEOFILUS WAIMURI
15. PAPUA BARAT: LA JUMAD, USMAN DIFINUBUN

Sambut Pemilu, mahasiswa muslim minta RI tinggalkan demokrasi

Sejumlah elemen mahasiswa muslim Indonesia menggelar demonstrasi dalam rangka menyambut kampanye parpol peserta Pemilu 2014, Minggu (16/3). Sekitar 600 mahasiswa dari beberapa kampus se-Surabaya, Jawa Timur, menuntut perubahan untuk Indonesia lebih baik di depan Gedung Grahadi Surabaya.

Dalam aksinya, para mahasiswa muslim Indonesia yang menggelar aksi bertema 'Indonesia Lebih Baik: Tinggalkan Demokrasi, Tegakkan Khilafah' itu, berharap memberi gambaran alternatif sistem pengganti demokrasi. Menurut mereka sistem demokrasi terbukti rusak dan merusak sistem Khilafah Islamiyah yang terbukti selama 1.300 tahun menyejahterakan umat di seluruh dunia.

Dalam aksinya itu, para mahasiswa muslim yang mayoritas kaum hawa tersebut, juga membawa poster dan spanduk bertema Khilafah Islamiyah. Setidaknya ada lima poin yang menjadi tuntutan mahasiswa itu di antaranya: 'Tinggalkan sistem demokrasi dan membuangnya ke tong sampah, berharap perubahan dengan membuang sistem demokrasi yang dinilai sebuah sistem pembodohan peran politik rakyat yang bisa merusak bangsa, tegakkan Khilafah Islamiyah.'

Mereka menyerukan agar masyarakat memperjuangkan sistem Khilafah sebagai jalan pasti menuju Indonesia lebih baik dan yang terakhir menyerukan kepada semua elemen masyarakat untuk bangkit memperjuangkan Khilafah demi kebarokahan.

"Kaum intelektual adalah magnet tersendiri dalam rangkaian agenda politik jelang Pemilu 2014. Posisi strategisnya tidak hanya di lingkungan kampus, namun juga mampu mempengaruhi arah opini publik sekaligus menjadi pressure pengambil kebijakan," kata juru bicara mahasiswa Muslim Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Iffah Ainur Rochmah.

Dengan akses informasi yang luas, lanjut dia, daya nalar dan analisa yang kuat serta kemandirian bersikap, mestinya mereka (masyarakat) memiliki tanggung jawab untuk memberikan arah perubahan yang baik di tengah umat untuk Indonesia lebih baik.

"Bagi kaum intelektual, Khilafah tidak hanya menjadi jalan lahirnya Indonesia yang lebih baik, namun juga memberi harapan hadirnya peradaban Islam. Wahai intelektual muslimah, saatnya Anda menguatkan komitmen untuk mewujudkan perubahan hakiki, tinggalkan demokrasi, tegakkan Khilafah menuju Indonesia lebih baik, Allahu Akbar," tandasnya.
dikutip dari: Merdeka.com

Wawancara Eksklusif Prabowo Subianto tentang Bj. Habibie

Saya Dikhianati Habibie
Wawancara dari Bangkok, Thailand, Letjen TNI (Purn.) Prabowo Subianto
bicara soal penculikan aktivis, dugaan keterlibatannya dalam kerusuhan
13-14 Mei 1998, serta hubungannya dengan Soeharto, Habibie, dan
Wiranto.
Dari siaran berita di radio, Letjen TNI (Purn.) Prabowo Subianto
mendengar berita rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) bentukan
Mabes ABRI. Ia diberhentikan dari karier militernya. Hari itu,
Selasa, 25 Agustus 1998. “Saya tidak kaget,” kata Prabowo. Sebelum DKP
mulai bekerja, mantan pangkostrad ini sudah tahu hasilnya. Ia harus
menepi. Adalah mertuanya sendiri, mantan presiden Soeharto, yang
mengisyaratkan agar ia keluar saja dari militer. “Itu lebih baik bagi
ABRI,” kata Pak Harto, sekitar dua bulan sebelum keputusan itu. Sejak
lengser dari posisi presiden, 21 Mei 1998, hubungan antara Prabowo dan
mertuanya merenggang. Dia dianggap berkoalisi dengan Habibie untuk
menekan Soeharto agar lengser, menilik situasi yang makin panas di
masyarakat.
Keyakinan Prabowo makin kuat saat bertemu dengan mantan pangab
Jenderal TNI (Purn.) L.B. Moerdani, pada satu acara, tak lama sebelum
DKP mengakhiri pemeriksaannya. Di situ, Benny memberi sinyal yang
sama. Karier Prabowo di militer sudah tamat. “Jadi, keputusan untuk
menyingkirkan saya sudah jatuh sebelum DKP dibentuk,” tutur mantan
danjen Kopassus ini. DKP dibentuk untuk mengusut dugaan keterlibatan
sejumlah perwira tinggi ABRI dalam kasus penculikan sembilan aktivis.
Sanksi diberhentikan dari karier militer, bahasa halus untuk dipecat,
cuma milik Prabowo. Mantan danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi P.R.,
penerus posisi Prabowo yang diangkat jadi pangkostrad, pada 20 Maret
1998, cuma dicopot dari jabatannya. Status militer tetap. Begitu juga
Kolonel Chairawan, mantan komandan grup IV Kopassus.
Prabowo pasrah. “Ini risiko jabatan sebagai komandan,” katanya.
Penangkapan aktivis terjadi kala ia masih menjabat danjen Kopassus.
Dalam pemeriksaan terbukti, Tim Mawar yang beranggotakan 11 prajurit
Kopassus pimpinan Sersan Mayor Bambang Kristiono mengaku “mengamankan”
sembilan aktivis itu, untuk melempangkan jalan bagi SU MPR 1998. Yang
dia sesalkan, keputusan DKP justru tak pernah diterimanya langsung.
Keesokan harinya, Prabowo menghadap ke Mabes ABRI, menanyakan ihwal
keputusan itu. Dia bertemu Kasum ABRI Letjen TNI Fahroel Rozi, salah
seorang anggota DKP, yang lantas menganjurkan Prabowo bertemu Panglima
ABRI Jenderal TNI Wiranto.
Kesempatan diberikan keesokan hari, Kamis, 27 Agustus 1998. Pertemuan
itu cuma berlangsung 10 menit. Mengenang pertemuan tersebut, Prabowo
mencatat reaksi Wiranto membingungkan. Panglima ABRI ini bersikap
seolah-olah tak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Prabowo. “Kamu
kan tahu kondisinya,” begitu ucapan Wiranto kepada Prabowo. Prabowo
pun tak mau berbasa-basi. “I don’t like it,” katanya. Seraya menatap
mata Wiranto, Prabowo minta maaf atas kesalahan yang dibuatnya selaku
prajurit ABRI. Prabowo juga pamit untuk ke luar negeri, melaksanakan
umrah dan berobat. “Saya sering mengalami kecelakaan dalam bertugas.
Karena itu, saya akan menggunakan kesempatan ke luar negeri untuk
berobat di Jerman,” kata Bowo, panggilan akrabnya. Dia juga minta
tolong agar surat pensiunnya dari ABRI segera dikeluarkan agar dirinya
bisa membantu adiknya, Hashim Djojohadikusumo berbisnis di Timur
Tengah. “Saya kan perlu mencari nafkah,” ujar Bowo. Surat pensiun itu
akhirnya diteken pada 20 November 1998, sementara TGPF menyampaikan
laporannya pada 3 November 1998 Itulah pertemuan terakhir dengan
Wiranto. Setelah itu, sambil mengantar anak dan istrinya, yang hendak
ke AS, Prabowo berpamitan ke Pak Harto di Cendana.
Kini, setahun lebih berlalu. Langkah Prabowo jadi pebisnis makin
mantap. Penampilannya tampak lebih santai dan terbuka. Prabowo yang
kini memakai kacamata baca itu kelihatan lebih gemuk. “Pakai kacamata
biar tampak lebih intelek,” kata Bowo sambil terbahak. Perjalanan
bisnisnya membuat ia sering mampir ke negara tetangga, bertemu relasi
setempat, pun kawan-kawan dari Indonesia.
Kamis (14 Oktober) lalu, ia mampir sehari ke Bangkok dalam
perjalanannya ke Boston, AS, untuk acara keluarga. Di Bangkok, Prabowo
sempat berbincang-bincang dengan empat wartawan dari Indonesia,
termasuk dari Panji. Penulis berkesempatan ngobrol blak-blakan dengan
Prabowo Rabu malam, dilanjutkan Kamis pagi hingga malam harinya. Ia
didampingi Fadli Zon. Sejumlah pertanyaan Panji dijawabnya dengan
terbuka meski pada beberapa poin ia minta nirwarta (off the record).
“Saya tak ingin menimbulkan perpecahan dan perasaan tidak enak pada
siapa pun,” kata Bowo.
Soal surat Muladi kepada Komnas HAM. Anda sebenarnya diberhentikan
karena kasus penculikan atau kerusuhan 13-14 Mei 1998?
Itulah yang saya bingung. Saya diperiksa oleh DKP beberapa kali.
Mungkin tiga atau empat kali. Dan semua pertanyaan saya jawab. DKP itu
kan khusus menyelidiki soal penculikan sembilan aktivis. Saya pribadi
tidak suka menggunakan istilah penculikan karena itu kan kesalahan
teknis di lapangan. Niat sebenarnya adalah mengamankan aktivis
radikal agar tidak mengganggu rencana pelaksanaan SU MPR 1998. Bahwa
kemudian anak buah saya menyekap lebih lama sehingga dikatakan
menculik, itu saya anggap kesalahan teknis. Tanggung jawabnya saya
ambil alih.
Di DKP apakah ditanyai soal pemberi perintah penculikan?
Tentu. Tapi perintah menculik tidak ada. Yang ada operasi intelijen
untuk mengamankan aktivis radikal itu. Sebab saat itu kan sudah
terjadi ancaman peledakan bom di mana-mana. Dalam DKP saya kemukakan
bahwa perintah pengamanan itu tidak rahasia. Mereka, para jenderal
yang memeriksa saya pun tahu. Itu dari atasan dan sejumlah instansi,
termasuk Kodam dilibatkan.
Benarkah Anda mendapat daftar 28 orang yang harus `diamankan’ dalam
konteks SU MPR?
Wah, dari mana Anda tahu? Tapi saya memang terima satu daftar untuk
diselidiki. Jadi, untuk diselidiki. Bukan untuk diculik.
Dari siapa Anda terima daftar itu?
Saya tidak bisa katakan. Semua sudah saya katakan di DKP. Kita ini
kan harus menjaga kehormatan institusi ABRI. Keterangan saya di DKP
ada rekamannya.
Benarkah daftar itu Anda terima langsung dari RI 1, yakni presiden
saat itu, Soeharto?
Saya sulit menjawab. Kepada Pak Harto saya sangat hormat. Beliau
panglima saya. Kepala negara saya. Bahkan, lebih jauh lagi, beliau
mertua saya, kakek dari anak saya. Bayangkan sulitnya posisi saya.
Tapi semua itu sudah saya sampaikan ke DKP.
Anda tidak tanya pada Pak Harto daftar itu didapat dari mana?
Tentu saya tanya.
Pak Harto ngomong apa pada Anda waktu memberikan daftar itu?
Ha…ha…ha…. Pertanyaan bagus, tetapi sulit dijawab.
Kapan Anda terima daftar itu dari Pak Harto?
Beberapa hari setelah ledakan bom di rumah susun Tanah Tinggi.
Apakah nama 14 aktivis yang sampai kini belum ketahuan rimbanya ada di
situ?
Saya lupa. Mungkin tidak. Itu daftar kan kalau saya tidak salah
didapat dari rumah susun Tanah Tinggi. Jadi macam-macam nama orang
ada di situ. Akan halnya enam aktivis, Andi Arief dkk., itu ada dalam
daftar pencarian orang (DPO), yang diberikan polisi. Yang tiga, Pius
Lustrilanang, Desmond J. Mahesa, dan Haryanto Taslam, itu kecelakaan.
Saya tak pernah perintahkan untuk menangkap mereka. Semua mencari
mereka yang ada dalam DPO itu. Kita dapat brifing terus dari Mabes
ABRI. Kita selalu ditanyai. Sudah dapat belum Andi Arief. Tiap hari
ditanya. Sudah dapat belum si ini… begitu. Kejar-kejaran semua.
Itu pun, maaf ya, meski saya tanggung jawab, saya tanya anak-anak. Eh,
kalian saya perintahkan nggak? BKO sampai nyebrang ke Lampung segala.
Mereka ini namanya mau mencari prestasi. Tapi saya puji waktu mereka
dapat. Mereka kan membantu polisi yang terus mencari-cari anak-anak
itu. Soalnya Andi Arief kan dikejar-kejar.
Selain Anda, siapa lagi yang menerima daftar itu dari Pak Harto?
Apakah betul Kasad Jenderal Wiranto dan pangab saat itu, Jenderal
Feisal Tanjung menerima daftar serupa?
Yang bisa saya pastikan, saya bukan satu-satunya panglima yang
menerima daftar itu. Pimpinan ABRI lainnya juga menerima. Dan daftar
itu memang sifatnya untuk diselidiki. Perintahnya begitu. Seingat
saya, Pak Harto sendiri sudah mengakui kepada sejumlah menteri bahwa
itu adalah operasi intelijen. Di kalangan ABRI, sudah jadi
pengetahuan umum. Tapi, sudahlah, kalau bicara Pak Harto saya sulit.
Apalagi saya tak mau memecah-belah lembaga yang saya cintai, yakni
ABRI, khususnya TNI.
Bukankah hubungan Anda dan Pak Harto belakangan retak?
Itu benar dan sangat saya sesalkan. Mungkin ada yang memberikan
masukan kepada Pak Harto, seolah-olah saya sudah tidak loyal kepada
beliau. Saya dikatakan sudah main mata dengan Pak Habibie dan karena
itu menyarakan agar Pak Harto lengser pada pertengahan Mei. Mungkin
itu yang membuat Pak Harto marah kepada saya. Ironis, bukan? Oleh
masyarakat saya dianggap sebagai status quo karena menjadi bagian dari
Pak Harto. Saya tidak menyesal. Memang saya menikah dengan putrinya.
Tapi Pak Harto sendiri, dan keluarganya, justru marah kepada saya.
Benarkah Anda mengusulkan agar Pak Harto lengser?
Ya. Malah sebelum Pak Harto mundur, setelah terjadi peristiwa
Trisakti, saya pernah mengatakan kepada seorang diplomat asing.
Tampaknya Pak Harto akan mundur. Eskalasi situasi dan peta geopolitik
saat itu menghendaki demikian. Saya juga kemukakan ini sehari setelah
Pak Harto kembali dari Kairo (15 Mei 1998, Red.). Aaplagi Pak Harto di
Kairo memang mengisyaratkan kesediaan untuk lengser. Mungkin ada yang
tidak suka saya bicara terbuka. Tapi saya biasa bicara apa adanya dan
terus terang. Saya tidak suka basa-basi. Mungkin di situ
masalahnya.
Kenapa akhirnya Anda mengambil tanggung jawab penculikan sembilan
aktivis?
Di situ saya merasa agak dicurangi dan diperlakukan tidak adil.
Mengamankan enam orang ini kan suatu keberhasilan. Wong orang mau
melakukan aksi pengeboman, kita mencegahnya. Mereka merakit 40 bom.
Kita mendapatkan 18, ada 22 bom yang masih beredar di masyarakat.
Katanya yang 22 itu sudah dibawa ke Banyuwangi. Bom yang meledak di
rusun Tanah Tinggi dan di Demak, Jawa Tengah itu kan karena anak-anak
itu, para aktivis, nggak begitu ahli merakit bom. Jadi, kurang
hati-hati, salah sentuh, meledak. Di Kopassus pun tidak sembarang
orang bisa merakit bom. Tidak semua orang bisa. Ini ada
spesialisasinya. Saya tidak bisa bikin bom. Jadi kita ini mencegah
peledakan bom di tempat-tempat strategis dan pembakaran terminal. Kita
harusnya dapat ucapan terima kasih karena melindungi hak asasi
masyarakat yang terancam peledakan itu. Soal tiga orang, memang
kesalahan. Saya minta maaf pada Haryanto Taslam dan yang lain. Tapi
dia juga akhirnya terima kasih. Untung yang menangkap saya. Kan hidup
semua. Saya mau bertemu mereka.
Anda pernah berpikir tidak bahwa dokumen atau daftar yang berasal dari
rusun Tanah Tinggi itu buatan pihak yang berniat jahat?
Belakangan saya berpikir juga. Jangan-jangan dokumen itu bikinan.
Dalam dokumen itu, seolah-olah ada rapat di rumah Megawati. Saya
nggak bisa dan tidak mau menyalahkan anak buah. Saya katakan kepada
mereka, you di pengadilan mau ngomong apa aja deh, saya akan ikuti.
Saya diadili juga siap. Saya bilang, Haryanto Taslam saya perintahkan
nggak untuk ditangkap? Tidak ada. Tapi saya ambil alih tanggung
jawab. Di DKP pun saya katakan bahwa anak-anak itu tidak bersalah.
Mereka adalah perwira-perwira yang terbaik. Saya tahu persis karena
saya komandan mereka. Cek saja rekamannya di DKP. Tapi bahwa mungkin
mereka salah menafsirkan, terlalu antusias, sehingga menjabarkan
perintah saya begitu, ya bisa saja. Atau ada titipan perintah dari
yang lain, saya tidak tahu. Intinya, saya mengaku bertanggung jawab.
Apa memang ada pihak yang ikut nimbrung saat itu memberikan perintah?
Bisa saja. Saya tidak tahu. Tapi tetap apa yang sudah terjadi adalah
tanggung jawab saya. Tetap itu anak buah saya. Saya kan mesti
percaya sama anak buah. Makanya saya nggak apa-apa diberhentikan.
Saya nggak heran. Ini risiko saya. Iya kan?
Tapi kalau kemudian saya sudah berhenti, masih diisukan ini, itu,
dibuat begini, begitu. Ah…, saya merasa dikecewakan oleh Pak
Wiranto. Saya merasa harusnya dia tahu situasinya saat itu
bagaimana. Dia tahu kok ada perintah penyelidikan itu. Begitu dia
jadi pangab, saya juga laporkan, sedang ada operasi intelijen, sandi
yudha, begini, begitu. Kepada beberapa menteri Pak Harto ngomong bahwa
itu operasi intelijen. Tapi begitu Pak Harto tidak berkuasa,
situasinya dimanfaatkan oleh perwira yang ingin menyingkirkan saya.
Apa betul AS berkepentingan agar Anda dipecat?
Tidak tahu. Tapi Cohen (Menhan AS William Cohen, Red.) kan ketemu
saya juga.
Perintahnya menyelidiki kok bisa kepeleset menculik. Bagaimana itu?
Ya. Tapi dalam operasi intelijen itu kan biasanya kita ambil,
ditanyai, dan kalau bisa terus dia berkerja untuk kita. Kan begitu
prosedurnya. Sudahlah, itu kesalahan teknis, yang kemudian
dipolitisasi. Dan memang waktu itu saya harus dihabisi. Dulu Jenderal
Soemitro dituduh terlibat Malari, mau menyaingi Pak Harto. Pak H.R.
Dharsono dituduh terlibat kasus Tanjung Priok. Itu politik. Yang
kemudian naik orang yang nggak bisa apa-apa, nggak pernah bikin
inisiatif dan karenanya tidak pernah bikin salah. Lihat Prancis, itu
kan negara yang menjunjung tinggi hak sasai manusia. Tapi, dia
ledakkan kapal Greenpeace yang mau masuk ke perairan nasionalnya.
Kalau sudah kepentingan nasional dia ledakkan itu.
Anda kan lama di luar negeri, besar di negara yang liberal, dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia. Kok Anda tetap mentolerir gaya
penangkapan atau penculikan itu? Bukankah itu menjadi sorotan dunia
internasional terhadap penegakan HAM di Indonesia?
Benar. Begini, secara moral, saya tidak salah karena orang-orang itu
berniat berbuat kejahatan yang bertentangan dengan hak-hak asasi
manusia. Menurut saya membuat aksi pengeboman, membakar terminal,
untuk mengorbankan orang-orang tidak berdosa. Mereka justru
membahayakan hak asasi manusia orang lain. Tidak bisa dong. Kalau
you berbeda dalam politik, you bertempur lewat partai politik. Jangan
bikin aksi teror.
Informasi soal rencana pengeboman itu didapat dari interogasi, bukan
kita ngarang. Dapat keterangan dari mereka. Anda dengar ancaman bom
tiap minggu. Seluruh bank tutup, BI tutup. Korban kepada bangsa
bagaimana. Itu aksi destabilisasi. Jadi, jangan salah, untuk
menegakkan demokrasi, kita justru harus menjaga keamanan. Tidak bisa
demokrasi tanpa keamanan. Itu duty kita, panggilan kita. Tapi,
lawan-lawan saya lebih kuat. Punya media massa, punya kemampuan untuk
perang psikologi massa.
Kok Anda dulu tidak segera membantah kalau memang merasa tidak
bersalah?
Hashim memang menyuruh saya. Kamu harus jawab dong. Saya malas juga.
Saya kan tidak berbuat. Saya percaya kebenaran akan muncul. Hashim
bilang, “Tidak bisa dong kalau kamu diam berarti kamu mengakui itu
benar.” Memang ada teori itu. Teori pengulangan kebohongan. Kalau
diulang-ulang terus, orang jadi percaya. Itu teori yang digunakan
Hitler kepada rakyat Jerman.
Anda tidak mau nuntut soal pemecatan itu karena tidak ingin
mempermalukan Pak Harto?
Benar, terutama itu. Juga tak ingin mencemari institusi ABRI,
khususnya TNI AD. Bagaimanapun juga Pak Harto jenderal bintang lima.
Ini kan tidak baik dalam iklim dan budaya bangsa Indonesia. Apa pun
yang terjadi. Ada masalah dilematis, bagaimanapun dia kakek dari anak
saya. Itu yang dilematis. Walaupun dia kemudian membenci saya.
Sebelumnya, Prabowo merasa diperlakukan tidak adil kala dipaksa
menyerahkan jabatan sebagai pangkostrad pada 22 Mei 1998. “Saya tak
sempat membuat memorandum serah terima jabatan. Istri saya, ketua
Persit pun, tak sempat serah terima. Setahu saya, dalam sejarah ABRI,
belum pernah ada perwira tinggi dipermalukan oleh institusinya,
seperti yang saya alami,” kata Bowo. Dia memang digeser saat situasi
politik gojang-ganjing dan Soeharto baru
lengser pada 21 Mei 1998. Dugaan yang beredar saat itu, Bowo diganti
karena dianggap hendak melancarkan kudeta kepada Habibie. Malam itu,
sesudah pergantian presiden pagi harinya, situasi Jakarta memang
genting. Sejumlah pasukan berseragam loreng tampak di seputar wilayah
Istana Negara, Monas, Jakarta.
Dugaan terjadi pengepungan Istana sempat dibantah habis-habisan oleh
Mabes ABRI. Padahal, sejumlah media massa memberitakannya. Kemudian,
pada 22 Februari 1999, di depan sejumlah eksekutif pers dalam forum
Asia-German Editors, di Istana Merdeka, Presiden Habibie bercerita
soal pengepungan itu. Habibie mengaku keluarganya terancam malam itu,
dan nyaris diungsikan. “Tidak usah ditutup-tutupi, kita tahulah yang
memimpin konsentrasi pasukan itu, orangnya Prabowo Subianto,” kata
Habibie berapi-api. Dia mengaku diberi tahu Wiranto. Pers geger.
Prabowo saat itu sudah di luar negeri. Lewat kawan dekatnya, ia
membantah.
Dan, dua hari kemudian, dalam sidang di Komisi I DPR RI, Jenderal
Wiranto membantah ucapan Habibie. Menurutnya, itu bukan konsentrasi
pasukan, melainkan konsolidasi. Tak ada yang berniat kudeta saat itu.
Anehnya, Habibie tak bereaksi atas bantahan Wiranto itu. Sehingga
publik makin bingung, mana yang benar, ucapan Habibie atau Wiranto.
Benarkah Habibie dapat masukan dari Wiranto? Sebab dalam satu
pertemuannya dengan tokoh Dewan Dakwah Islamiyah, 30 Juni 1998,
Habibie mengaku diberi tahu soal konsentrasi pasukan itu oleh Letjen
TNI Sintong Panjaitan, orang dekat Habibie yang kini menjabat
sesdalopbang.
Setelah berkelana di luar negeri, ketenangan Prabowo terusik oleh
ucapan Habibie itu, yang dikutip oleh pers luar negeri pula. Tapi,
bantahan Wiranto cukup menenangkannya. “Pak Wiranto harus membantah
karena memang apa yang diucapkan Habibie tidak benar,” kata Bowo.
Menurutnya, semua panglima saat itu menerima perintah dari Mabes
ABRI. Saat situasi genting, ada pembagian tugas, bahwa Kopassus
dipasrahi mengawal presiden dan wakil presiden, sedangkan Kostrad
diminta menjaga objek vital dan strategis. Kata Prabowo, untuk
melaksanakan perintah Mabes ABRI itulah sejumlah pasukan berada di
sekitar kawasan Istana dan Monas. “Pak Wiranto tahu persis bahwa
perintah itu ada. Saksinya banyak, para panglima komando,” kata Bowo
Dalam pemeriksaan di TGPF, ada kesan kegiatan Anda pada 13 Mei 1998
tidak diketahui. Muncul kecurigaan, Anda sedang apa saat itu? Apa sih
yang Anda lakukan hari itu?
Saya mulai dari 12 Mei 1998. Malam itu, pukul 20.00 wib, ketika di
rumah Jl. Cendana No. 7, saya ditelepon Sjafrie (pangdam Jaya saat
itu, Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin). Kata dia, “Gawat nih Wo, ada
mahasiswa yang tewas tertembak.” Saya lalu bergegas ke Makostrad. Saya
sudah antisipasi, besok pasti ramai. Maka pasukan saya konsolidasi.
Kalau perlu tambahan pasukan kan mesti disiapkan tempatnya. Mau
ditaruh di mana mereka. Malam itu saya terus memantau situasi. Lalu,
terpikir oleh saya, kelanjutan rencana acara Kostrad di Malang pada 14
Mei 1998. Rencananya inspektur upacara adalah Pangab Wiranto.
Pangkostrad juga harus hadir. Kalau ibu kota genting, apa kita masih
pergi juga?
Keesokan harinya, sejak pukul 08.00 wib, saya mengontak Kol. Nur Muis
dan menyampaikan usulan agar acara di Malang ditunda. Atau, kehadiran
pangab dibatalkan saja karena situasi ibu kota genting. Biar saya
saja yang berangkat. Jawaban dari Pak Wiranto yang disampaikan lewat
Kol. Nur Muis, acara tetap berlangsung sesuai rencana. Irup tetap Pak
Wiranto dan saya selaku pangkostrad tetap hadir. Beberapa opsi usulan
saya tawarkan kepada Pak Wiranto, yang intinya agar tidak meninggalkan
ibu kota, karena keadaan sedang gawat. Posisi terpenting yang harus
diamankan adalah ibu kota. Tapi, sampai sekitar delapan kali saya
telepon, keputusan tetap sama. Itu terjadi sampai malam hari.
Jadi, pada 14 Mei, pukul 06.00 wib kita sudah berada di lapangan Halim
Perdanakusumah. Saya kaget juga. Panglima utama ada di sana. Danjen
Kopassus segala ikut. Saya membatin, sedang genting begini kok seluruh
panglima, termasuk panglima ABRI malah pergi ke Malang. Padahal,
komandan batalion sekalipun sudah diminta membuat perkiraan cepat,
perkiraan operasi, begini, lantas bagaimana setelahnya. Tapi, ya
sudah, saya patuh saja pada perintah. Saya ikut ke Malang.
Kembali ke Jakarta sekitar pukul 11.00 wib. Ketika hendak mendarat di
Halim, ibu kota terlihat diselimuti asap hitam. Selanjutnya, seperti
telah ditulis di berbagai media massa, saya membantu mengingatkan
Sjafrie perlunya mengamankan ibu kota lewat patroli dengan panser di
sepanjang Jl. Thamrin. Malam harinya, saya bertemu dengan sejumlah
orang di Makostrad. Itu yang kemudian dituduh mau merencanakan
kerusuhan. Padahal, di tengah jalan sore itu saya ditelepon, karena
Setiawan Djodi dan Bang Buyung Nasution ingin bertemu. Ternyata sudah
ada beberapa orang di kantor saya, ada Fahmi Idris, Bambang
Widjojanto, dan beberapa orang lain. Itu pertemuan terbuka,
membicarakan situasi yang terakhir. Bang Buyung dominan sekali malam
itu. Dia banyak bicara. Acara ditutup makan malam dan kemudian kami
ada rapat staf di Mabes.
Kalau kemudian surat Muladi mengatakan saya bersalah karena gagal
menjaga keselamatan negara sehingga menimbulkan kerusuhan 13-14 Mei,
bagaimana ceritanya.
Pangkoops, selaku penanggung jawab keamanan ibu kota adalah Pangdam
Sjafrie?
Mestinya iya. Penanggung jawab yang lebih tinggi ya panglima ABRI.
Dalam pemeriksaan di TGPF, mantan Ka BIA Zacky Makarim, konon
mengatakan bahwa sebulan sebelum peristiwa Trisakti, ada perkiraan
situasi intelijen versi Anda, yang mengatakan, eskalasi meningkat dan
dikhawatirkan akan ada martir di kalangan mahasiswa. Bagaimana Anda
sampai pada kesimpulan itu?
Situasinya memang demikian. Aksi mahasiswa kan bukan cuma di Jakarta,
melainkan meluas ke daerah. Di Yogyakarta, aksi mahasiswa malah sempat
bentrok. Berdasarkan analisis situasi, saya mengingatkan kemungkinan
adanya eskalasi yang memanas dan kalau aksi mahasiswa meluas, bukan
tidak mungkin jatuh korban atau ada pihak-pihak yang ingin ada korban
di pihak mahasiswa. Itu saya ingatkan.
Tapi, justru Anda dituduh bertanggung jawab atas penembakan mahasiswa
Trisakti?
Iyalah. Saya ini selalu dituduh. Apa untungnya bagi saya membuat
jatuh korban? Saat itu kan presidennya Pak Harto. Mertua saya. Saya
bagian dari status quo itu. Kan begitu tuduhannya. Masak saya
membuat situasi agar Pak Harto jatuh. Pak Harto jatuh kan saya jatuh
juga. Sejarah kan begitu kejadiannya.
Mungkin Anda ingin menunjukkan bahwa Wiranto tidak kapabel mengamankan
Jakarta?
Tidak ada alasan juga. Motifnya tidak ada.
Bukankah Anda pernah disebut-sebut minta jabatan pangab dan katanya
dijanjikan Habibie untuk jadi pangab?
Lebih dari tiga kali Habibie mengatakan kepada saya. “Bowo, kalau
saya jadi presiden, you pangab.” Itu faktanya. Habibie bahkan
mengatakan saya ini sudah dianggap anak ketiganya. Saya memang dekat
dengan Habibie, karena saya mengagumi kepandaiannya, visinya.
Meskipun sekarang saya kecewa karena dia menuduh saya berbuat sesuatu
yang bohong. Saya merasa dikhianati. Bahwa saya ingin jadi pangab,
apakah itu salah. Setiap prajurit, tentara, tentu bercita-cita
menjadi pangab. Why not? Saya tidak pernah menyembunyikan itu. Bahwa
kemudian dipolitisasi, seolah-olah pada saat genting, saat pergantian
kepemimpinan 21 Mei 1998 itu, saya minta jadi pangab, silakan saja.
Tapi, saya tak pernah minta jadi pangab kepada Habibie.
Benar tidak Anda pernah didesak jadi pangab sekitar 19-20 Mei itu?
Ada yang mendesak. Bahkan ada yang mengusulkan agar saya mengambil
alih situasi. Saya tolak. Saya orang yang konstitusional. Wapres
masih ada dan sehat. Menhankam/Pangab masih ada. Tidak ada alasan
untuk mengambil alih. Kalau saya melakukan kudeta, setelah itu mau
apa? Inkonstitusional, tidak demokratis, dan lebih berat lagi, secara
psikologis saya ini kan terkait dengan keluarga Pak Harto. Kalau Pak
Harto sudah menyerahkan ke Habibie, masak saya mau kudeta? Di luar itu
semua, yang terpenting, saya berasal dari keturunan keluarga pejuang.
Anda tahu paman saya gugur sebagai pahlawan muda. Kakek saya pejuang.
Moyang saya, selalu berjuang melawan penjajah kolonial Belanda.
Bagaimana mungkin saya menodai garis keturunan yang begitu saya
banggakan, dengan berpikir mengambil alih kekuasaan secara
inkonstitusional.
Ketika Habibie mengatakan Anda datang menemui Habibie pada 22 Mei
1998, benarkah Anda membawa senjata dan pasukan sehingga Habibie
merasa terancam?
Senjata saya tanggalkan di depan pintu. Jangankan menghadap presiden,
wong menghadap komandan kompi saja senjata harus dicopot. Bohong
besar berita yang mengatakan saya hendak mengancam Habibie.
Jujur saja, kalau memang saya ingin, bisa saja. Jangan meremehkan
pasukan Kopassus, tempat saya dibesarkan. Ingat, Pak Sarwo Edhi
(almarhum) hanya butuh dua kompi untuk mengatasi situasi saat
G-30-S/PKI. Dan anak buah saya memang ada yang sakit hati saya
diberhentikan seperti itu. Pataka komando hendak diambil begitu saja
tanpa sepengetahuan saya. Saya datang ke Habibie karena sebelumnya
dia selalu berkata. “Bowo, kalau ada keragu-raguan, jangan
segan-segan menemui saya.” Itulah yang saya lakukan. Menemui Habibie
untuk bertanya apakah betul dia ingin mengganti saya dari jabatan
pangkostrad. Habibie bilang turuti saja perintah atasan. Ini kemauan
ayah mertua kamu juga. Jadi, Pak Harto memang minta saya diganti.
Soal anggapan bahwa para jenderal ingin menyingkirkan Anda, apakah ini
disebabkan oleh sikap Anda sebelumnya yang disebut arogan, karena
dekat dengan pusat kekuasaan?
Saya akui, itu ciri khas. Dan itu jadi senjata buat yang ingin
menjatuhkan. Tapi kita lihat kepemimpinan itu dari output. Bisa
tidak meraih prestasi kalau prajuritnya tak semangat. Semangat itu
tidak bisa dibeli dengan uang. Kadang-kadang mereka mau mati karena
bendera. Kain itu harganya berapa? Tentara Romawi mati-matian demi
bendera. Itu kan kebanggaan. Bagaimana? Saya ciptakan teriakan,
berapa harganya? Saya dapatkan dari gaya suku dayak. Teriakan panjang
itu bisa membangkitkan semangat, mengurangi ketakutan, dan menakutkan
musuh. Pakai duit berapa? Tapi hal-hal ini tidak populer di mata the
salon officer. Apa nih Prabowo pakai nyanyi-nyanyi segala. Pakai
bendera, pakai teriakan. Kenapa orang fanatik membela sepakbola,
sampai membakar, ini psikologi massa. Masa kita mau mati karena uang?
Buat apa uangnya kalau kita harus mati.
Sebagai menantu presiden saat itu, tentu Anda lebih mudah naik pangkat
dibanding yang lain. Ini bikin cemburu juga kan?
Ya, tapi akses kepada penguasa politik. Itu wajar. Jenderal Colin
Powell, peringkat ke berapa dia bisa jadi pangab AS. Dia bekas
sekretaris militer Bush waktu jadi wakil presiden. Jadi, waktu Bush
jadi presiden, dia jadi pangab. Bahwa saya punya akses kepada penguasa
politik, saya sependapat. Tapi kan bukan hanya saya. Pak Wiranto kan
dari ajudan presiden. Langsung kasdam, langsung pangdam, langsung
pangkostrad. Itu kan tuduhan saja kepada saya. Coba dilihat berapa
kali saya VC (kontak senjata langsung di medan operasi), berapa kali
bertugas di daerah operasi, berapa kali tim saya di Kopassus merebut
kejuaraan, berapa kali operasi militer saya selesaikan, apa yang saya
buat di Mount Everest itu kan mengangkat bangsa. Berapa saya melatih
prajurit komando dari beberapa negara. Itu kan tidak dilihat. Yang
dicari cuma daftar dosa saya. Ya memang kalau you dalam keadaan kalah
politik, segala dosa bisa ditemukan. Dia keluar negeri nggak izin, dia
ini, dia itu. Semua bisa ketemu. Kalau menang? Itu kan politik.
Jordania, seolah menjadi negara ibu yang kedua bagi Letjen TNI (Purn.)
Prabowo Subianto. Di Amman, ibu kota Yordania yang terletak di
jazirah Arab, mantan pangkostrad ini tinggal di apartemen. Prabowo,
yang dicopot dari jabatan dan kariernya di ABRI, mengaku jatuh cinta
pada Jordania tanpa sengaja. “Saat saya disingkirkan oleh ABRI, oleh
elite politik di Indonesia, negeri ini menerima saya dengan baik,”
kata dia.
Persahabatannya dengan Raja Abdullah dimulai kala sang raja masih
pangeran dan menjadi komandan tentara Jordania. Mereka bertemu di AS,
tak lama setelah Prabowo selesai berobat di Jerman, setelah pensiun
dari militer tahun lalu. Pangeran Abdullah menyatakan simpati dan
mengundangnya mampir ke Amman.
Undangan itu dipenuhi Bowo. Pada hari dan jam yang ditentukan (sekitar
pukul satu siang), Prabowo berkunjung ke markas tentara pimpinan
Pangeran Abdullah. Terkejut dia karena untuk menyambut kehadirannya
telah disiapkan upacara penyambutan tamu secara militer. Padahal
Prabowo datang mengenakan busana kasual. Oleh anak buah Pangeran
Abdullah, Prabowo “dipaksa” menginspeksi pasukan. Di ujung barisan,
Pangeran Abdullah tampak tersenyum-senyum dan memeluk Bowo. “Di sini,
Anda tetap jenderal,” bisik Abdullah. Tak lama kemudian, menjelang
ayahnya, Raja Hussein mangkat, Abdullah dinobatkan sebagai putra
mahkota dan kemudian menjadi Raja Jordania.